Langsung ke konten utama

Pelarian Paling Romantis


Bulan April tahun 2019, didasari patah hati, aku memutuskan untuk melakukan perjalanan mendaki gunung. Aku berpikir puncak gunung merupakan tempat yang tepat untuk merenung dan melarikan diri.

Tanpa ada persiapan mendaki dan pengalaman dialam terbuka apalagi sekelas gunung. Aku nekat untuk pergi mendaki. Benar kata orang-orang bijak “jatuh cinta membuat cara berpikir kita menjadi gila” begitupun akibat dari putus cinta semakin membuat pikiran kita menjadi liar dan tidak terduga.
Sekitar pukul empat sore selepas melaksanakan sholat ashar, aku dan teman-teman aku berangkat dari jogja menuju Pegunungan Dieng. Rencananya kami akan mendaki Gunung Prau, selain jalur yang mudah, Gunung Prau juga memiliki pesona yang luar biasa indahnya. Selama didalam perjalanan tidak henti-hentinya aku berdoa, karena aku merasa takut dan was-was terlebih lagi aku belum meminta izin kepada kedua orang tua aku. Dengan menggunakan kendaraan roda dua, kami tiba di post pendakian Gunung Prau pukul delapan malam. Kami memilih menggunakan jalur Via Dieng Kulon karena memiliki jalur yang landai meskipun memiliki waktu tempuh yang cukup lama.

Setelah melakukan regristrasi akhirnya kami siap berangkat pukul 10 malam, hawa dingin ditambah sedikit gerimis menyambut pendakian pertama aku. Bodohnya saat pendakian pertama aku menggunakan sandal gunung dan celana pedek sehingga hawa dingin semakin kerasa. Beberapa kali aku meminta istirahat dan beberapa kali aku mengeluh dengan keadaan. Kurang lebih lima jam perjalanan akhirnya aku sampai di area camp, udara terasa menusuk sampai ketulang, menggigil, letih dan penat pun menjadi satu. Hampir-hampir terkena hiportemia jika saja teman aku tidak sigap menolong aku yang sudah pucat dan kedinginan.

Gerimis kembali mengguyur takala tenda sudah hampir selesai, segera kami mempercepat pekerjaan kami agar kami bisa merasa lebih hangat. Tenda selesai berdiri dengan kokoh, aku dan beberapa teman bergegas masuk dan beristirahat. Beberapa teman langsung tertidur agar besok pagi bisa melihat matahari terbit yang konon sangat indah jika disaksikan langsung dipuncak Gunung Prau. Tidak dengan aku, perlahan pikiran aku terbawa kembali kemasa dimana aku menemukan alasan untuk mendaki. Saat kamu memutuskan semua harap dan impian aku. Saat dimana kamu dan aku masih satu tatap, saat degub kita masih satu irama. Aku sadar bahwa saat itu aku merindukanmu.
Gerimis berubah menjadi hujan dan mata ini enggan untuk terpejam. Dalam tenda aku sempatkan untuk berdoa semoga kedua orang tuaku selalu sehat, semoga mereka memaafkan kebodohan yang telah dilakukan anaknya. Waktu menegurku, aku harus mendoakanmu. Kusebut namamu dihadapa-Nya semoga kamu baik-baik saja, semoga kamu selalu bahagia.

Selepas berdialog dengan Tuhan tentang kamu, waktu membawaku mengingat kenangan bersamamu. Wajar saja bila aku sulit untuk melepasmu. Kamu adalah orang yang kuperjuangkan mati-matian meskipun akhirnya menjadi berantakan. Aku pernah berjanji akan membawa seseorang yang aku sayang mendaki puncak gunung. Menikmati kopi dan mie rebus berdua. Bercerita perihal kita. Dan memandang bintang lebih dekat dari malam-malam sebelumnya.

Ternyata orang itu bukan kamu. Namun aku tetap bersyukur karena aku bisa menikmati kopi, melihat bintang lebih dekat dan berbicara tentang kita meskipun bukan denganmu tapi dengan kenanganmu.

20 April 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MELEPASKAN

Kita, tempatnya lupa. Kita tidak sadar di bumi bukan hanya ada kita seorang. Ada beribu pasang mata yang siap melihat, ada beribu pasang telinga yang siap mendengar. Masih banyak hati yang siap merasakan ketika kita sedang terpuruk. Kita, makhluk paling egois. Kita tidak mau menunjukan sisi terlemah dalam hidup kita. Kita lebih memilih menutupi semua kesedihan yang dirasa hati. Kita tidak mau cerita, lebih tepatnya belum siap cerita. Lebih memilih menanggung beban sendiri. Sebenernya bukan pilihan yang tepat namun juga bukan pilihan yang salah. Sebab jika memang beban yang dirasa sudah cukup berat maka sesekali kita boleh berbagi, jangan dipendam terus. Kita juga harus mengurangi ego kita. Sakit rasanya jika terus dipaksakan.

IKHLAS

Membahas luka. Tidak jauh-jauh tentang seseorang. Tentang dia yang pernah datang lalu pergi, tentang dia yang berkhianat namun tetap dimanfaatkan atau mungkin tentang dia yang sampai saat ini masih diharapkan. Pernah merasakan sakit? Rasa sakit yang hanya dia yang mampu menyembuhkan. Sampai-sampai masih belum merelakan, belum ikhlas kehilangan.   Rasa ikhlas masih belum sepenuhnya ada. Masa-masa indah yang pernah ada, sesekali datang tanpa aba. Memberikan tamparan bahwa takdir sudah tidak lagi memihak, bahwa semesta sudah tidak lagi ada untuk kita. Hanya bisa menerima bahwa jatuh cinta berarti siap untuk terluka. Jatuh cinta tidak bisa memaksa dan terluka tidak bisa memilih. Rasa ikhlas itu tidak sepenunya hadir. Butuh proses sampai hati kita benar-benar ikhlas.  Rasa ikhlas akan bertambah besar seiring dengan rentetan-rentetan penyesalan yang terucap. Mengapa dulu dipertemukan jika pada akhirnya dipisahkan. Mengapa dulu saling membahagiakan jika pada akhirnya sa...