Langsung ke konten utama

Semua tentang kamu #5


Prihal Pertanyaan  Yang Tak Pernah Sampai

Setalah mengenal dan jatuh hati padamu aku mulai mengerti betapa banyaknya rahasia-rahasia yang disimpan oleh perasaan. Hatiku mulai bertanya apakah kamu juga jatuh hati kepadaku? Apakah kamu seseorang yang kelak akan menjadi teman hidupku atau seseorang yang hanya singgah sebentar lalu pergi lagi.
               Begitu banyak pertanyaan dalam hatiku. Mengapa dari pegitu banyak pilihan, hatiku hanya tertuju padamu, mataku hanya menatap wajahmu dan jariku hanya ingin menggam tanganmu. Kamu dengan mudah masuk kedalam hatiku dan membawanya. Kamu tidak tahu, hati yang kamu bawa itu adalah hati yang pernah hancur dan mudah sekali retak. Aku harap kamu berhati-hati saat membawanya.
               Seiring berjalannya waktu, kamu sudah menjadi tujuan dalam hidupku. Kamu telah menjadi sosok penting dalam kebahagiaanku. Aku mengira, kamu akan tetap menjadi tujuan dan sosok penting dalam hidupku. Namun sebelum cerita berjalan pada tahap selanjutnya, kamu tak lagi menjadi tokoh utama dalam tujuan hidupku.
               Dan lagi, muncul beribu pertanyaan dalam hatiku. Ada apa dengan cerita kita? Apakah kamu sudah lupa dengan kata-katamu. Apakah kamu sudah lupa dengan perasaanmu. Aku sedang tidak ingin main-main. Hatiku bukan taman beramain, yang mudah kamu singgahi dan pergi setalah kamu bosan. Kamu tahu? Aku sudah menyerahkan seluruh hatiku saat kamu meminta membawanya. Aku sudah sangat mencintaimu.
Hatiku bertanya, mengapa kamu dengan mudah melupakan cerita kita, tujuan kita dan semua tentang kita. Aku mengerti, mengapa semua itu terjadi. Sejak cerita kita dimulai seharusnya aku sadar, aku yang memulai terlebih dahulu. Aku yang terlebih dahulu jatuh cinta. Aku yang terlebih dahulu memunculkan beribu-ribu pertanyaan. aku sadar semua pertanyaan yang ada membuat hatiku tak tenak, dijawab oleh hatiku juga. Bahwa semua yang membingungkan hatiku, terjawab sesuai dengan harapanku. Aku lupa bertanya langsung padamu dan mengetahui jawabmu. Mungkin kamu hanya menganggap aku sebagai tempat persinggahanmu bukan rumahmu. Kamu datang disaat bosan. Dan bodohnya aku menanggapnya itu cinta. Dilain tempat, mungkin kamu sedang menjalin kebahagian dengan lain orang, berbagi cerita dengan rumah yang sebenarnya. Tanpa aku tahu.
Untukmu, sejujurnya ini sangat sulit bagiku. Aku mulai kesulitan berdiri sendiri untuk melanjutkan cerita ini. Aku kesulitan terbiasa berjalan tanpa kehadiranmu. Aku juga kesulitan dengan foto-foto dan pesan singkatmu yang sudah bahagia. aku kesulitan tentangmu yang sudah mulai menemukan kabahagianmu sendiri.
Aku akhirnya paragrap ini. Aku harus mulai terbiasa tanpa kehadiranmu. Aku mencintaimu. Terimakasih telah hadir dan sempat menjadi tujuan hidupku. Terimakasih karena sempat mejadikanku rumahmu walau pada akhirnya membuatmu merasa tidak nyaman. Aku percaya ada rencana lain yang telah siapkan untukku. Ada kebahagiaan diujung sana yang telah menungguku. Untukmu tetaplah menjadi seseorang yang diberikan kebahagiaan oleh rumah yang telah menjadi tujuanmu. Meski itu bukan aku.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelarian Paling Romantis

Bulan April tahun 2019, didasari patah hati, aku memutuskan untuk melakukan perjalanan mendaki gunung. Aku berpikir puncak gunung merupakan tempat yang tepat untuk merenung dan melarikan diri. Tanpa ada persiapan mendaki dan pengalaman dialam terbuka apalagi sekelas gunung. Aku nekat untuk pergi mendaki. Benar kata orang-orang bijak “jatuh cinta membuat cara berpikir kita menjadi gila” begitupun akibat dari putus cinta semakin membuat pikiran kita menjadi liar dan tidak terduga. Sekitar pukul empat sore selepas melaksanakan sholat ashar, aku dan teman-teman aku berangkat dari jogja menuju Pegunungan Dieng. Rencananya kami akan mendaki Gunung Prau, selain jalur yang mudah, Gunung Prau juga memiliki pesona yang luar biasa indahnya. Selama didalam perjalanan tidak henti-hentinya aku berdoa, karena aku merasa takut dan was-was terlebih lagi aku belum meminta izin kepada kedua orang tua aku. Dengan menggunakan kendaraan roda dua, kami tiba di post pendakian Gunung Prau pukul delapan...

MELEPASKAN

Kita, tempatnya lupa. Kita tidak sadar di bumi bukan hanya ada kita seorang. Ada beribu pasang mata yang siap melihat, ada beribu pasang telinga yang siap mendengar. Masih banyak hati yang siap merasakan ketika kita sedang terpuruk. Kita, makhluk paling egois. Kita tidak mau menunjukan sisi terlemah dalam hidup kita. Kita lebih memilih menutupi semua kesedihan yang dirasa hati. Kita tidak mau cerita, lebih tepatnya belum siap cerita. Lebih memilih menanggung beban sendiri. Sebenernya bukan pilihan yang tepat namun juga bukan pilihan yang salah. Sebab jika memang beban yang dirasa sudah cukup berat maka sesekali kita boleh berbagi, jangan dipendam terus. Kita juga harus mengurangi ego kita. Sakit rasanya jika terus dipaksakan.

IKHLAS

Membahas luka. Tidak jauh-jauh tentang seseorang. Tentang dia yang pernah datang lalu pergi, tentang dia yang berkhianat namun tetap dimanfaatkan atau mungkin tentang dia yang sampai saat ini masih diharapkan. Pernah merasakan sakit? Rasa sakit yang hanya dia yang mampu menyembuhkan. Sampai-sampai masih belum merelakan, belum ikhlas kehilangan.   Rasa ikhlas masih belum sepenuhnya ada. Masa-masa indah yang pernah ada, sesekali datang tanpa aba. Memberikan tamparan bahwa takdir sudah tidak lagi memihak, bahwa semesta sudah tidak lagi ada untuk kita. Hanya bisa menerima bahwa jatuh cinta berarti siap untuk terluka. Jatuh cinta tidak bisa memaksa dan terluka tidak bisa memilih. Rasa ikhlas itu tidak sepenunya hadir. Butuh proses sampai hati kita benar-benar ikhlas.  Rasa ikhlas akan bertambah besar seiring dengan rentetan-rentetan penyesalan yang terucap. Mengapa dulu dipertemukan jika pada akhirnya dipisahkan. Mengapa dulu saling membahagiakan jika pada akhirnya sa...