Nostalgia awal pertama bertemu
Tentang perempuan dihari pertama
masuk SMA. Perempuan yang telah mencuri hatiku. Tentang senyum manis yang
menjadi semangatku. Tentang tata bicara yang mengalihkan perhatianku. Tentang sapaan
yang hanya mampu kubalas dengan senyuman. Aku masih mengingat semuanya dengan
jelas. Matanya yang tajam namun menenangkan. Nada bicaranya yang pelan dan
malu-malu namun selalu membuatku tersipu.
Sejak melihatmu dan mengetahui
namamu, aku percaya bahwa masa-masa SMA yang kujalani akan mengasyikan. Kamu menjadi
alasanku untuk tetap semangat bersekolah. Perempuan yang telah mengisi hatiku. Saat
itu semesta mendukungku, kamu berada satu kelas denganku, aku mengambil duduk
tepat dibelakangmu. Sejak perkenalan singkat mengawali masa SMA, aku masih
belum mampu membalas sapamu. Aku belum cukup keberanian untuk memulai percakapan
denganmu. Didepanmu, tubuhku terpaku, senyumku kaku dan hatiku pilu.
Mulai saat itu aku membayangkan berlama-lama
denganmu sampai matahari bosan melihatnya. Hidupku sudah berubah. Hatiku dipenuhi
bunga-bunga bermekaran. Perasaanku diselimuti senyuman kebahagiaan. Pikiranku
dipenuhi tentang aku dan kamu. Ah aku sadar, semua itu hanya bayanganku.
Aku mulai memberanikan diri. Berlatih
tidak gugup didepanmu agar hati tidak terlalu berdegub. Berbicara didepan
cermin membayangkan kamu yang manjadi lawan bicaraku. Kubuat celengan
keberanian yang nantinya akan kupecahkan untukmu.
Keberanianku tumbuh namun
kesempatan gugur. Sulit mencari kesempatan untuk memulai pembicaraan denganmu. Sulit
untuk memulai menyapamu. Aku harus mulai mencari kesempatan itu. Karena keberanian
saja tidak cukup untuk memulainya lebih jauh denganmu. Aku membutuhkan kesempatan
yang baik agar berkesan untukmu.
Aku berterimakasih pada semesta. Kali
ini semesta membantuku lagi. Memberikan kesempatan yang sangat berharga, sayang
untuk dilewatkan. Bulan September aku memberanikan mencurahkan segala perasaan.
Persiapanku sederhana. Membeli satu pasang gelang, berlatih mengucapkan kalimat
cinta dan meminta teman untuk menemani. Aku memang bukan lelaki romantis.
Moment berlalu hatiku pilu. Menantimu
membalas seperti apa yang hatiku mau. Pikiranku melayang-lanyang diudara
berharap kamu memiliki rasa yang sama. Masa penantian berakhir, bersiap
mendengarkan satu kata yang membuat hatiku berhenti bertanya. “Ya aku mau!” sebuah
balasan singkat yang menjadi jawaban semua pertanyaan.
Komentar
Posting Komentar