Langsung ke konten utama

Dialog Hati


Aku akan seperti apa?


Pernahkah kamu merasa bingung tentang masa depan? Resah dan takut akan masa depan? Atau kamu merasa bingung tentang apa yang sedang kamu jalani sekarang?

Detik ini aku sedang merasakan itu semua. Aku bertanya sebenarnya Tuhan sedang merencanakan apa untukku. Takdir apa yang telah disiapkan Tuhan didepan sana.

Sesekali aku merasa kesal dengan hidupku yang begini-begini saja. Timbul rasa iri saat melihat orang lain bahagia. Kesal melihat orang lain sukses dan hidup bahagia. Sedangkan aku masih disini, terjerat akar-akar yang mengganggu, menyulitkanku melakukan hal yang ini aku lakukan.

Beberapa orang mengatakan aku adalah orang yang beruntung dengan segala yang telah aku miliki dan capai. Belajar di tempat terbaik, memiliki otak encer, punya tujuan hidup yang jelas. Jujur, sebenernya aku adalah orang yang tidak memiliki prinsip. Pikiranku kacau, hatiku bimbang!

Seperti yang tadi aku bilang, bahwa aku merasa bersalah, takut, dilemma, bingung menyatu saat ini. Aku tak pernah tau apa yang menjadi tujuanku. Untuk apa aku melakukan ini itu. Aku selalu terburu-buru dalam bertindak yang berimbas pada salah mengambil keputusan. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang setidaknya berarti bagi orang lain, dilihat dan diakui keberadaannya.

Aku selalu merasa bersalah, menjadi manusia yang tidak pandai bersyukur. Tapi mau bagaimana, aku selalu bersyukur karena masih memiliki orang-orang terbaik dalam hidupku. Tapi, aku selalu tidak tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Aku tahu semua itu adalah salah satu proses pendewasaan. Terkadang saat-saat itu terjadi, aku selalu seperti menjadi orang lain, bukan diriku sendiri. Tuhan, apa yang sedang Engkau rencanakan? Aku ingin dirubah seperti apa?

Inginku sederhana. Memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang mengenalku, tapi selalu gagal. Ingin membuat orang-orang lain bangga, tapi malah membuat kecewa. Bodoh memang, memberi yang terbaik dan membuat orang-orang didekatku bangga itu adalah keinginan yang konyol. Karena mengetahui diri sendiri saja masih belum bisa. 

Hatiku berteriak, tanda tanya besar muncul dalam otakku. Aku mau menjadi apa? Aku akan seperti apa? Rencana apa yang telah Tuhan siapkan? Seakan pikiran, hati dan emosi sedang berperang. Beradu argument untuk menentukan siapa yang berhak mengatur diriku. 

Apa yang salah pada diriku. Hati dan pikiranku seperti berada di dua kutub yang berbeda. Keinginanku selalu tidak terwujud. Berhenti di tengah jalan, haruskah mengikuti kata hati atau pikiran. Tuhan, maafkan aku. Disaat-saat seperti ini aku hanya bisa bertanya padamu tentang apa yang salah dariku. Kesalahan yang selalu aku lakukan tanpa pernah aku sadari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelarian Paling Romantis

Bulan April tahun 2019, didasari patah hati, aku memutuskan untuk melakukan perjalanan mendaki gunung. Aku berpikir puncak gunung merupakan tempat yang tepat untuk merenung dan melarikan diri. Tanpa ada persiapan mendaki dan pengalaman dialam terbuka apalagi sekelas gunung. Aku nekat untuk pergi mendaki. Benar kata orang-orang bijak “jatuh cinta membuat cara berpikir kita menjadi gila” begitupun akibat dari putus cinta semakin membuat pikiran kita menjadi liar dan tidak terduga. Sekitar pukul empat sore selepas melaksanakan sholat ashar, aku dan teman-teman aku berangkat dari jogja menuju Pegunungan Dieng. Rencananya kami akan mendaki Gunung Prau, selain jalur yang mudah, Gunung Prau juga memiliki pesona yang luar biasa indahnya. Selama didalam perjalanan tidak henti-hentinya aku berdoa, karena aku merasa takut dan was-was terlebih lagi aku belum meminta izin kepada kedua orang tua aku. Dengan menggunakan kendaraan roda dua, kami tiba di post pendakian Gunung Prau pukul delapan...

MELEPASKAN

Kita, tempatnya lupa. Kita tidak sadar di bumi bukan hanya ada kita seorang. Ada beribu pasang mata yang siap melihat, ada beribu pasang telinga yang siap mendengar. Masih banyak hati yang siap merasakan ketika kita sedang terpuruk. Kita, makhluk paling egois. Kita tidak mau menunjukan sisi terlemah dalam hidup kita. Kita lebih memilih menutupi semua kesedihan yang dirasa hati. Kita tidak mau cerita, lebih tepatnya belum siap cerita. Lebih memilih menanggung beban sendiri. Sebenernya bukan pilihan yang tepat namun juga bukan pilihan yang salah. Sebab jika memang beban yang dirasa sudah cukup berat maka sesekali kita boleh berbagi, jangan dipendam terus. Kita juga harus mengurangi ego kita. Sakit rasanya jika terus dipaksakan.

IKHLAS

Membahas luka. Tidak jauh-jauh tentang seseorang. Tentang dia yang pernah datang lalu pergi, tentang dia yang berkhianat namun tetap dimanfaatkan atau mungkin tentang dia yang sampai saat ini masih diharapkan. Pernah merasakan sakit? Rasa sakit yang hanya dia yang mampu menyembuhkan. Sampai-sampai masih belum merelakan, belum ikhlas kehilangan.   Rasa ikhlas masih belum sepenuhnya ada. Masa-masa indah yang pernah ada, sesekali datang tanpa aba. Memberikan tamparan bahwa takdir sudah tidak lagi memihak, bahwa semesta sudah tidak lagi ada untuk kita. Hanya bisa menerima bahwa jatuh cinta berarti siap untuk terluka. Jatuh cinta tidak bisa memaksa dan terluka tidak bisa memilih. Rasa ikhlas itu tidak sepenunya hadir. Butuh proses sampai hati kita benar-benar ikhlas.  Rasa ikhlas akan bertambah besar seiring dengan rentetan-rentetan penyesalan yang terucap. Mengapa dulu dipertemukan jika pada akhirnya dipisahkan. Mengapa dulu saling membahagiakan jika pada akhirnya sa...